JANGAN MENODAI CITRA SEORANG AKHWAT !

Leave a comment

23 December 2016 by Naima

Hari kamis yang manis, agamis dan tragis. Ehh enggak dengg… melakukan safar dalam keadaan hidung meler dan kepala jumpalitan (?), sangat tidak dianjurkan!!. Tapi karena modal nekad dan kepalang basah menawarkan diri. Akhirnya resiko tanggung di rumah 😀

Tidak ada yang sia-sia. Allah senantiasa memberikan pelajaran dalam setiap kejadian. Berangkat pukul setengah tiga dini hari dalam cuaca dingin menyucuk ditambah AC yang lupa dimatikan. Eerrrr… 

Sepanjang perjalanan tak jarang kami saling meninggalkan. Kadang aku yang ditinggalkan tidur, kadang teteh yang aku tinggalkan tidur. Padahal obrolan sedang asyik-asyiknya. Ehh tau-tau sudah saling mendengkur. Maaf ya teh, teteh juga dimaafkan 😀

Obrolan kami kadang berkesinambungan, kadang juga loncat-loncatan. Dari satu topik ke topik yang lain. Dari satu subjek ke subjek yang lain. Saling membagi pengalaman dan juga bertukar pikiran. Sesekali diselingi tawa dan tangis haru dari sudut mata. 

Kisah perjalanan hidup teteh yang menyayat dan penuh sarat, memberikan begitu banyak pelajaran yang sudah berputar-putar mengisi penuh kepala. Tanpa sadar menjadikan diri menanamkan begitu kuat setiap detil kejadian yang pernah teteh alami, agar diri ini jauh lebih berhati-hati.

Satu kalimat utuh yang teteh ajarkan pada sore kemarin adalah. “Fah, jangan menodai citra seorang akhwat”. Innalillah, hasrat duniawi, keinginan mengikuti hawa nafsu, dan juga kealfaan dalam mematuhi wahyu. Terkadang membuat kita lalay dalam kehidupan.

Apa yang terlihat membungkus diri dari luar, bukanlah sebuah jaminan yang di dalam juga sama baik terbungkusnya. 

Tapi setidaknya, bungkusan dari luar ini juga bukan menjadi sebuah halangan untuk satu perbaikan. Bukan menjadi sebuah alibi untuk tidak mematuhi salah satu perintah-Nya dalam menutupi apa yang seharusnya ditutupi. Tapi bungkusan ini justru bisa menjadi jalan penuntun dalam menemukan mereka yang bisa membantu untuk mengingatkan salah diri.

Manusia itu satu paket dengan kata “salah”. Masalah? Jelas!  tapi setidaknya ada mereka yang sigap membantu memperbaiki dan yang lebih penting ada hati juga diri yang siap untuk diperbaiki. 

    Bukankah terkadang, kita perlu diajari tempat yang salah agar tahu tempat yang benar? Namun bukan berarti kita harus merasa tenang dan berbangga diri karena sudah berada di tempat yang salah. 

Hari jum’at kemarin, Ustadz membahas sekilas tentang fiqih wanita. Beliau memberikan sub-sub bab tentang aturan wanita.  Bagaimana hukum memakai warna selain hitam, bagaimana hukum memakai cadar, bagaimana perbedaan aurat wanita saat shalat dan tidak shalat. Bagaimana interaksi wanita dengan lawan jenis dan sebagainya. 

Saking sayangnya Allah kepada wanita, begitu banyak Allah sediakan aturan untuk kita. bukan untuk mengekang, tapi untuk membebaskan dan yang paling penting untuk memberikan kita keselamatan.

Salah satu contohnya adalah. Teteh saat itu menceritakan kisah hijrahnya. Dahulu, ketika pertama kali menggunakan gamis dan juga kerudung lebar. Keluarganya menertawakan. Tak jarang memberikan kata-kata ironi yang mengiris hati *teralami kok teh*. Namun lambat laun, tanpa disadari. Ibu dan adiknya mulai mengikuti jejak langkah teteh. Bahkan ibunya berkata “Teh, gening ngangge kerudung panjang teh enakeunnya. Asa bebas!” *Teh, ternyata menggunakan kerudung panjang itu enak juga ya. Terasa bebas!*.

Benar bukan, Allah memerintahkan kita sebagai wanita untuk mengulurkan khimar. Pada dasarnya untuk membuat kita merasa bebas dalam menjalani setiap aktivitas. Bagaimana dengan komentar “jiga lepeut?”. Abaikan saja!  Apalah arti sebuah tampilan jika tidak dibarengi dengan iman *ekhemmm*. 

Masalah yang sedang dan akan selalu “IN” dalam kasus remaja maupun orang dewasa adalah masalah hati, problematika si merah jambu yang selalu menjangkiti tanpa pandang bulu. Kisah romantis yang terasa manis padahal akhirnya tragis. Ingat “Allah akan mempertanyakan untuk apa kita habiskan masa muda kita ini

Tanpa segan, teteh kembali membagi kisah yang membuat sudut mata kesulitan menahan genangan yang sudah siap menyeruak di dalamnya. 

Allah Maha Mengetahui dan juga Maha Mengatur segala urusan Hamba-Nya. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan nasib kita satu jam kedepan. Apalagi dengan nasib kita untuk tahun-tahun yang akan datang. 

Ia tak membiarkan kita mengetahui siapa pemilik tulang rusuk ini, bukan agar kita menerka-nerka dan mencoba-coba. “Ya di coba saja, siapa tahu jodoh” kata lazim yang kadang salah penempatan situasi dan waktunya. Kata itu boleh dilakukan? Boleh! Tapi saat diri sudah siap meng-halalkan dan di-halalkan. Bukan saat diri belum siap memberikan kepastian. Tentu dengan cara yang baik. Yang sudah ada tuntunannya.

Laki-laki dipandang dari tiga hal. Yang pertama sifat humorisnya, tanggung jawabnya, dan juga komitmen. Kurang salah satu. Berarti dia bukan laki-laki sejati. *ekhemm* laki-laki yang tidak memiliki sifat humoris, akan membuat kita bosan. Laki-laki yang tidak memiliki tanggung jawab, akan membuat kita kelimpungan. Dan laki-laki yang tidak memiliki komitmen, akan membuat kita enggan.
Salah satu fase dalam kehidupan ini, begitu membuai dan melenakan. Tak jarang membuat kita lalay dan juga melupakan. Kita lupa bahwa Allah sudah mengatur interaksi dengan lawan jenis. Kita lupa bahwa islam tidak menyediakan tempat bagi sebuah hubungan abu-abu yang tak ada kepastian. 

Sesuatu yang dirasai manis dan menyenangkan namun sebenarnya membalut sebuah bongkahan hitam penuh kesalahan. Astaghfirullah, semoga kita semua cepat disadarkan bahwa ini bukanlah sebuah kebenaran. Bahkan tak pernah dianjurkan. 

Sebagaimana kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu jam kedepan dan seterusnya. Kita juga tidak akan tahu perubahan apa yang akan kita rasai. Begitupun yang teteh-teteh akhwati diluar sana. kita sama-sama pernah merasai sebuah ketika, dimana dosa itu terasa dusta. 

Innalillah. Sebenarnya bukan setan yang kuat dalam menghasut kita. namun kitanya yang terlalu lemah dalam menghadapi hasutan setan itu. 

Mendengar nasihat teteh. Secara pribadi tambah meyakini bahwa diri ini bukanlah akhwat sejati untuk saat ini.  bukan wanita dengan kerudung labuh nan tawadhu. Bukanlah wanita yang menyiapkan dirinya untuk senantiasa perbaikan diri. Diri ini tak mampu bila sendiri. Untuk itu, bersyukur karena memiliki kalian selaku sahabat yang senantiasa hadir melengkapi. 

Tolong, ingatkan aku, untuk saling membantu dan mengingatkan agar  tidak menodai citra seorang akhwat. Entah itu dalam hal cinta, cita, dunia, karya, rasa, suka, duka, kata dan juga makna. Saling menolong dalam khilaf. Jangan biarkan salah satu dari kita semua menjadi korban perbudakan hawa nafsu yang melupakan tuntunan wahyu. 

Kita tahu..

Kita bukanlah Siti Khadijah, yang merelakan seluruh yang ia miliki. Dari harta sampai jiwa raga untuk menyokong pergerakan dakwah Rasulullah. Tapi setidaknya, kita tetap ingin membantu pergerakan dakwah ini, meski dengan seadanya daya dan guna. 

Kita bukanlah Siti Aisyah, yang cerdik luar biasa. Wanita mulia yang dengannya Allah turunkan wahyu untuk menyelesaikan selaksa yang ada. tapi setidaknya kita tetap ingin menjadi wanita yang bisa meneladani kecerdikannya. 

Kita bukan Siti Hajar, wanita yang memiliki keteguhan dan juga keimanan amat kokoh. Berlari dari safa ke marwa hanya untuk mencari sumber kehidupan  tanpa keluh kesah. Karena  ia meyakini bahwa Allah tak akan mengabaikan makhluk-Nya. Tapi setidaknya, kita ingin memiliki sedikit saja kekokohan iman dan juga ketaatan dalam diri sepertinya. 

Kita bukanlah Nusaibah, wanita yang mempersiapkan dan juga merelakan orang-orang yang dicintainya untuk sampai pada Sang Maha Cinta dengan cara yang mulia. Namun kita tetap ingin meneladani rasa cintanya. Bahwa secinta apapun kita pada manusia. Tetap ! cinta pada Tuhannya manusia adalah hal yang utama. 

Akhwat, muslimah atau apapun sebutannya. Kita adalah saudara. Mungkin tidak sedarah,  tapi kita  seakidah. Yang terkadang ikatannya jauh lebih kuat dan kekal. Kita adalah tonggak. Kita mulia, jika berusaha untuk menjadi mulia. Dan kita hina, jika mengabaikan jalan menuju tempat mulia.

Jangan nodai citra nama mulia ini dengan laku dan juga kata kita yang terlampau biasa. Sulit mengabaikan hawa nafsu, sama sulitnya dengan mematuhi wahyu. Tapi kesulitan itu ada ketika kita berdiri seorang diri. Jika bersama-sama, InsyaAllah ada yang siap melapangkan dada  juga meluaskan akal dan rasa. 

Fa, menurutmu.  Apakah aku bisa melakukannya?

….

…..

Leave a comment